Coretan 2

Memang aneh, kalau kita melihat kehidupan orang-orang yang hanya berloncatan dari harakat ayat yang satu ke harakat ayat yang lainnya sambil mengikat erat akalnya. Biasanya tidak lebih, hanya sekedar Ba...ba...ba.... Bi...bi...bi... dan Bu...bu...bu. mereka tidak lagi menatap kedalam ayat-ayatnya dengan pancaran obor akalnya. Apalagi untuk menatap hadits-hadits yang keluar, kata mereka, dari sekedar manusia seperti kita. Sungguh kultur Islam yang sebenarnya terporak porandakan dengan itu semua. Bahkan mereka dengan membawa kantongan harakat itu, dengan penuh semangat siap meneteskan darah mereka yang penghabisan. Dan memaksa golongan lain mengikuti mereka walau mereka tahu bahwa agama tidak dapat dipaksakan.

            Tokoh ulama yang akan diceritakan dalam postingan ini adalah yang mewakili golongan pertama, Yaitu golongan yang mengharamkan menggunakan akal dalam agama. Tokoh ini mewajibkan dirinya untuk menyebarkan agama Islam di negerinya, Persia,  setelah ia belajar di negeri Arab. Sebab waktu itu, walaupun bangsa persia sudah tergolong kaum muslimin, namun ada juga di beberapa wilayah lainnya, belum mendapatkan penjelasan agama Islam secara merata (masih dalam kekafiran). Salah satunya adalah sebuah kota yang sekarang bernama Hamadan. Dengan semangat jihad dan pengabdian, tokoh itu tidak surut karena rintangan Ia mulai menginjakan kakinya di kota Hamadan lalu mulai menyiarkan Islam.
             Dengan kehadiran tokoh tersebut yang penuh wibawa dan tanpa pamrih serta dengan bekal kitab yang di angkut dengan beberapa ekor unta,  membuat suasana kota Hamadan sedikit berubah. Orang-rang yang memang sudah masuk Islam membicarakannya di Masjid-masjid. sementara yang lain, yang masih meragukan kebenaran Islam (kafir), membicarakannya di pasar-pasar. Walhasil situasi kota Hamadan hampir dipenuhi dengan pembicaraan mengenainya.
              Pada suatu pagi, datanglah seorang yang tampak pandai ke rumah tokoh itu. Dan pada pagi itu pula datang beberapa orang lainnya. Sebab, sang tokohsetiap pagi sampai menjelang Dzuhur selalu menerima tamu yang, khususnya ingin memperdalam Islam. Orang yang tampak pandai itu adalah salah seorang terpandang dalam ilmu pengetahuan dikota Hamadan kala itu.
              Seperti biasa, sang tokoh berpakaian rapi dan berwarna putih bersih dengan sorban melilit dikepala, selalu tersenyum ramah menerima tamu-tamunya. Para tamu segera mengambil posisi masing-masing ketika memasuki ruangan itu. Pada pagi itu para tamu dengan penuh semangat duduk di hadapan sang tokoh yang sedang beberapa kitab. Setelah ruangan hampir penuh barulah majlis tanya jawab baru dimulai. Dengan penuh welas asih dan dengan ucapann basmalah serta beberapa kutipan aya al-Qur'an sang tokoh membuka majlis.